BUSANA KHAS GRESIK
5 min readOleh:
*Dr. Muchammad Toha
Baru saja Gresik memperingati Hari Jadi dan Hari Lahirnya beberapa waktu lalu, beberapa kegiatan memandai hari istimewa itu, salah satunya adalah ditandai dengan pemakaian busana khas Gresik yaitu penampilan pegawai di lingkungan pemda Gresik yang laki-laki mengenakan baju beskap putih leher kra sanghai atau koko bawahan celana sewarna dengan baju dillengkapi sarung tenun pada bagian pinggang sampai diatas lutut, sedangkan penutup kepalanya adalah songkok atau kopyah, sedangkan busana perempuan terdiri dari sewek (jarik) untuk bagian bawah, bajunya berbentuk kebaya dilengkapi kudung (kerudung) strimin motif bunga dilengkapi kudung sarung.
Dibanding daerah lain model busana khas Gresik ini relatif cukup lama pembakuannya, mungkin karena Gresik pada jaman dahulu merupakan bagian dari Kota Surabaya yang telah terlebih dahulu membakukan busana Cak dan Ning yang menjadi busana khas Surabaya. Kendatipun dalam sejarah panjangnya Gresik pernah menjadi daerah penting terutama pada masa Giri Kedaton kemudian berganti pada masa pemerintahan Kanjeng Tumenggung Pusponegoro namun pasca ini Gresik menjadi daerah Kawedanan dari Kabupaten Surabaya, sehingga cukup logis bila Gresik relatih lebih awal dapat menentukan busana khasnya.
Walaupun pernah menjadi daerah Kawedanan Surabaya namun busana khas Gresik cukup berbeda dengan baju khas Kota Surabaya sekarang ini, walau bila dicari kesamaannya juga tetap ada, perbedaannya antara lain, penutup kepalanya untuk busana khas Surabaya memakai udeng sedangkan Gresik memakai songkok atau kopyah, sama-sama memakai celana dengan beskap yang sewarna dengan bentuk kra leher sanghai (koko) dan pada bagian pinggang sampai atas lutut sama-sama dililitkan sarung, cuma bedanya untuk Surabaya sarungnya batik sedangkan Gresik sarungnya tenun dan dalam pemakaian sarung itu sama-sama diatas celana dibawah baju, sedangkan untuk busana khas perempuannya antara Surabaya dan Gresik hampir sama, bedanya Gresik dilengkapi kudung sarung.
Tulisan ini tidak bermaksud menyalahkan pilihan busana khas Gresik dengan bentuk seperti yang ada sekarang ini, sebaliiknya justru berterimakasih karena Gresik telah memiliki busana khas yang dapat membedakan dengan busana khas kabupaten lain yang ada disekitarnya dan ini merupakan bentuk kreasi dan olah pikir yang patut dihargai dari para sesepuh masyarakat Gresik.
Kendatipun demikian tentang busana khas Gresik ini sampai sekarang tetap menarik untuk didiskusikan, salah satunya adalah tutup kepala yang terbuat dari bludru yang oleh masyarakat Gresik kota dinamakan kopyah sedangkan sebutan lain untuk tutup kepala ini antara lain, songkok, peci, ketu, kupluk yang merupakan kerajinan khas Gresik dan pada jaman dahulu, kopyah menjadi tutup kepala kebanggaan pria di Gresik dan hampir sebagian besar pria di Gresik merasa tidak pantas bila tidak memakai kopyah karena dengan memakai kopyah menunjukkan kesantrian pria Gresik pada jaman itu.
Bila dikaji lebih detail lagi sebenarnya penutup kepala kopyah di Gresik memang cukup lama tapi tidak paling tua karena pada foto kuno dapat kita lihat Mbah Kiai Sahlan (ayah KH. Idris Sahlan) Manyar hadir dalam sebuah acara menggunakan iket, bahkan saya pernah mendapat cerita langsung dari Romo KH. Masfuch Hisyam (almarhum) yang pernah menjadi Mustasyar PCNU Gresik, mengatakan, “Sang Bapak yo atek iket nek jumatan, tapi umume wong sing tuwo tuwo yo pancen iketan nek jumatan kecuali nek wis budal kaji atek serban, trus muncul kopyah lah biasane sing nggawe kopyah nek jumatan yo arek nom nom tapi warnane yo umume ireng”.
Sehingga adanya tutup kepala dari kain merupakan pemandangan yang sudah jamak terutama dikalangan masyarakat Jawa dan Madura, cuma yang membedakan adalah warna dan motif batiknya, kalau Madura dan tapal kuda warnanya dominan merah, Ponorogo dan sekitarnya dominan hitam, Yogya Solo dan sekitarnya dominan sogan (kecoklatan), meskipun sama berada di Jawa Tengah namun Lasem dominan merah bukan sogan. Sehingga dalam penataan busana khas Gresik ini jika ada yang tutup kepala prianya bukan kopyah maka sesuai sejarah yang paling tepat adalah iket dengan bentuk tidak seperti udeng Surabaya atau Madura.
Cerita dari generasi tua di Gresik, kopyah adalah kreasi budaya Melayu, sehingga untuk membedakan bentuk kopyah ada yang namanya johor ada yang susun, nama johor mengingatkan kita pada salah satu nama negeri di Malaysia, tapi faktanya busana kebesaran para raja Malaysia tidak menggunakan kopyah sebagai penutup kepala tapi menggunakan semacam destar atau udeng khas melayu dan ini sama dengan raja-raja di Nusantara.
Sehingga kurang cukup bukti yang mengatakan bahwa kopyah kita mencontoh Bangsa Malaya karena hampir semua bangsa Melayu yang beragama Islam mencirikan dirinya dengan memakai kopyah, kalaupun dicarikan bangsa lain yang sangat lama memakai kopyah tentu saja Bangsa Turki yang sejak lama dikenal di Nusantara yaitu torbus, namun tetap terdapat perbedaan, torbus bentuknya bulat lebih tinggi dan formatnya antara bidang vertikal dan horizontal atau dalam bahasa pengrajin kopyah antara tapuk dan badan melekat seperti kopyah Brunei atau Malaysia, sedangkan untuk kopyah Nusantara (Indonesia) bentuknya tidak bulat serta tidak terlalu tinggi, antara tapuk dan badan tidak melekat langsung tapi melalui adanya lipatan pada bagian dalam.
Jadi untuk tutup kepala yang melengkapi busana pria Gresik sebelum munculnya kopyah adalah iket dari kain batik sedangkan bentuk dan cara pemasangan berbeda dengan udeng maupun blangkon. Adapun yang kita saksikan sekarang ini pada busana khas adat pria Gresik yang menggunakan kopyah, hal itu tidak ada salahnya karena mungkin untuk membedakan dengan penutup kepala yang melengkapi busana adat pria khas Surabaya, atau dengan kopyah karakter santrinya lebih tampak dan lebih milenial, namun yang tidak kalah penting lagi, kopyah adalah identik dengan Gresik dan percayalah Gresik merupakan produsen kopyah nasional terbaik.
Sedangkan kelengkapan sarung pada busana adat pria khas Gresik yang pemakaiannya diatas celana dibawah baju mulai pinggang sampai diatas lutut, jika dilihat dari fenomena sejarah tidak biasa digunakan oleh masyarakat Gresik, dari beberapa foto yang ada masyarakat Gresik tempo dulu hanya menggunakan sarung saja tanpa celana panjang sebagaimana busana adat pria khas Gresik sekarang ini, sedangkan motif sarungnya adalah khas batik Gresik, bukan sarung tenun, mungkin berubahnya sarung yang digunakan karena perkembangan sarung tenun di Gresik yang cukup marak dan menggembirakan, sehingga ini menjadi kebanggaan masyarakat Gresik.
Adapun model bajunya bukan seperti yang digunakan pada baju adat khas Gresik, dalam beberapa foto yang masih terselamatkan model bajunya menyerupai baju surjan ala abdi dalem Keraton Yogyakarta akan tetapi bedanya bagian bawahnya mulai depan hingga belakang hampir rata, sedangkan surjan bagian depannya lebih panjang, sehingga bagian bawahnya miring rendah bagian depan, perbedaan lain yaitu pada bagian depan dipertemuan kancing ujungnya bulat seperti ujung jas bukan datar rata seperti baju khas adat pria sekarang ini.
- Wakil Ketua FPK Kabupaten Gresik serta Kepala Balai Diklat Kantor Wilayah Kemenag Propinsi Bali.
Dengan desain temukannya Pakaian Khas Gresik, semoga lebih membawa Kota Gresik dikenal baik Nasional maupun Internasional.. Aamiin YaaRobbal Aalamiin..